Napak Tilas Setitik Sejarah Kenapa Negara Maldeva Berpenduduk 100% Muslim -->
AYO IKUTI PROTOKOL KESEHATAN - CEGAH PENYEBARAN COVID-19 DIMULAI DARI DIRI KITA SENDIRI

Pengikut


Iklan

Napak Tilas Setitik Sejarah Kenapa Negara Maldeva Berpenduduk 100% Muslim

Minggu, 14 Februari 2021

(Image/Gambar): Maladewa/Maldeva, sebuah Negara kepulauan Identik dengan Negara yang dikelilingi Pantai.

Sumutpos.id : 
Maladewa  merupakan negara yang identik de­ngan pantai yang mempesona dan menak­jub­kan. Ta­pi, banyak orang di dunia yang kurang memahami se­jarah negara kepulauan ini, yang 100 persen pen­duduknya beragama Islam.
Berdasarkan konstitusi Mala­dewa, Islam adalah agama yang wajib dianut bagi seluruh warga ne­gara­nya. Dengan demikian, ti­dak ditemukan satupun warga ne­gara Maladewa non-Muslim di ra­tusan pulau kecil yang dite­mukan pelaut dan pedagang Arab pada abad ke-12 tersebut.
Sementara di Ibu kota Mala­dewa, Male, terdapat makam Abu al-Barakat Yusuf al-Bar­bari. Me­nurut laman Alja­zeera.net, dari na­ma­nya, Abu al-Barakat diduga se­orang Dai asal Amazigh Maroko yang mengakhiri perja­lanan dak­wah­­nya di salah satu pulau yang ada di Maladewa.
Ketika itu, Sultan Maladewa ma­suk Islam di hadapan Abu Ba­rakat, yang kemudian diikuti selu­ruh penduduknya yang kala itu ber­a­gama Buddha. Sultan kemu­dian membangun masjid dan mad­rasah sebagai sarana untuk menga­jar­kan agama yang baru dipeluk masyarakat saat itu.
Sebelum Islam, penduduk Ma­ladewa memiliki satu ritual yang cu­kup memberatkan, me­ngor­ban­kan gadis untuk sosok yang mereka sebut sebagai ‘Iblis Lautan’.
Setiap bulan, suku-suku di Ma­la­dewa memilih seo­rang ga­dis yang akan dikorbankan untuk meredam kemarahan ‘Ranna­mari’. Penjelajah Muslim asal Ma­ro­ko, Ibnu Batutah, juga meng­gam­­­barkan adat dan kebiasaan pen­duduk Maladewa saat dia me­ngunjungi kawasan ini pada abad ke-14 lalu.
Dalam dokumentasinya, Ibnu Batutah mengisahkan, Abu Bara­kat yang seorang penghafal Al-Qur’an singgah di rumah seorang tua di Maladewa. Orangtua ter­se­but menangis sampai kehabis­an air mata lantaran dia diharuskan mengorbankan anak gadisnya, yang meruapakan anak satu-satunya.
Mendengar itu, Abu Barakat lalu menawarkan diri kepada orangtua itu untuk menjadi peng­ganti bagi anak gadisnya, yang artinya dia harus dibunuh jin.
Pada malam hari, Abu Barakat menyelinap ke dalam bangunan ber­hala dan berdiam diri di sana da­lam keadaan berwudlu. 
Pagi ha­rinya, si orang tua dan seluruh pen­duduk datang ke bangunan itu dengan maksud membawa keluar gadis yang telah dikurbankan untuk dibakar, sesuai adat me­reka.
Namun mereka ter­kejut. Pasalnya, mereka justru men­dapati Abu Barakat sedang melan­tun­kan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan tidak terbunuh.
“Warga kemudian membawa Abu Barakat kepada raja mereka, lalu menceritakan fakta yang baru saja terjadi. Raja ter­kejut ketika Abu Barakat menjelaskan tentang Islam ke­pada sang Raja. 
Lalu, Raja ber­kata, bulan depan, laku­kan lagi (ber­diam di bangunan berhala untuk dibunuh jin). Jika kamu sela­mat, maka aku masuk Islam,” jelas Ibnu Batutah mengisahkan perja­lanan Abu Bara­kat.
Pada bulan selanjutnya, Abu Barakat melaksa­nakan permin­taan sang Raja. Lagi-lagi dia dapat lolos dari jin keper­ca­yaan warga di pulau itu.
“Lalu Raja dan seluruh pen­duduk pulau itu masuk Islam. Abu Barakat mendapat tempat yang sangat mulia di sisi penduduk. Penduduk juga bermazhab de­ngan Mazhab Imam Malik, sesuai yang dianut Abu Barakat. Bahkan, pen­duduk juga membangun mas­jid dan diberi nama Abu Barakat,” ucap Ibnu Batutah mengisahkan. 
(Red-SP.ID/RDO)